Kamis, 24 November 2011

Sejarah Desa Manggari




SEJARAH DESA MANGGARI

A.           Asal Mula Desa Manggari
1.             Asal Usul Nama Manggari 

Perlu diketahui bahwa dalam sejaran Cirebon, sejarah mataram, dan sejarah Indonesia banyak yang simpang siur, mana yang harus menjadi landasan, tetapi penulis mengambil beberapa sejarah, terutama dari sejarah pengeran Arya Sutajaya. Maka dalam perjalanan pasukan pimpinan pangeran Arya Sutajaya inilah menjadi pokok cerita nama Manggari dan Pagundan, orang tua terdahulu telah membuat guguritan pamudaran seperti:
Pamudaran Jatipiring
Terusane Sa Pagundan
Laju Ka Kuningan Wae
Cisantana Panulisan
Cihideung Jeung Wanayasa
Aya Haur Pinggir Sumur
Kubang tengah pasawahan
Guguritan diatas menurut cerita titimangsa dari Elang Raden Maskud. Walaupun guguritan diatas baik pupuh kinanti maupun pupuh pamudaran dibuatnya oleh pengarang pada zaman pemerintahan Hindia Belanda dan ceritanya dibelokan, tetapi isi guguritan itu adalah sindiran bagi penjajah pemerintah Belanda pada tahun 1800-1942. Disamping itu, maksud untuk menjadi peringatan putra-putri dari pejuang Indonesia.
Adapun guguritan pamudaran pelaksanaan nantinya seperti dibawah ini membawa hikmah yangtidak sedikit artinya.
Pangeran Arta Sutajaya beserta rombongan dari kampong pamudaran berangkat menuju balai permusyawaratan (paguneman) di gunung simpe, berjalan melewati jatipiring. Baru saja sampai dipertelon (persimpangan), putranya Masjaya merasa lelah kecapaian, kemudian turun menuju ayahnya:
Rama ingsun emong giri,
Ya wisyen belt melu enteni ning kene
Gawe sanggar sasukamu
Sanggare ning tu angsana
Manggarayi mongmong anaku yah anakmu.
Maksud dari perkataan di atas adalah:
Putranya adalah Pangeran Masjaya merasa lelah dan tidak mau ikut ke gunung simpe. Ayahnya yaitu pangeran Arya Sutajaya menjawab, “ ya sudah kalau tidak mau ikut, tunggu saja disini, buatlah pesanggrahan (kemah) sesukamu. Lebih baik membuat perkemahan di sana dekat Tuk Angsana”. Selanjutnya pangeran Arta Sutajaya memerintahkan kepada adiknya Senopati. Kata manggarayi maksudnya “silahkan adiku ikuti dan jaga anakku juga anakmu”. Setelah itu pangeran Arta Sutajaya dikawal oleh beberapa orang prajurit melanjutkan perjalanan menuju ke Paguneman Gunung Simpe.
            Adapun sebagian besar pasukan menunggu di pertelon menjaga pangeran Masjaya membuat perkemahan di dekat tuk angsana yang selanjutnya di sekitar Tuk Angsana menjadi kampong Danasuka artinya Andon Suka. Kemudian perintah Pangeran Arta Sutajaya kepada adiknya terdengar oleh seluruh masyarakat pertelon, diantaranya ada kata-kata yang terdengarnya terasa ganjil, yaitu perkataan Manggarayi, sehingga menjadi buah bibir masyarakat pada waktu itu, selanjutnya pertelon itu disebut pertelon manggarayi, lama kelamaan menjadi kampong disebut kampung Manggari. Sebagai nama tertera pada peta Jawa-Madura pada tahun 1880, nama kampong pertelon ialah manggari.

2.             Asal-Usul nama Buahgama
pada awal jaman VOC setelah hasil perundingan, seluruh pejuang yang dipimpin oleh Pangeran Ronggo dari Mataram, di tiap-tiap perjalanan antara Mataram ke Jayakarta selalu diadakan pos penghunung di tiap-tiap daerah. Kebetulan didaerah sekitar pertelon ditugaskan dua orang jurit mataram bernama Mas Jaya Mandala dan Mas Mandala Jaya kakak beradik. Pos jaga satunya berada di daerah Pasayangan. Adapun pemukimannya terpisah diantaranya:
a.       Mas Mandala Jaya bermukim di daerah Ciporang
b.      Mas Jaya MAndala bermukim di sekitar Tuk Gempol ±400 m dari pertelon ke selatan
Lamakelamaan di sekitar kediaman Mas Jaya Mandala banyak yang tidak suka sehingga terwujud kampong kampong yang disebut kampong jaya mandala. Kemudian datanglah seorang kyai serta mendirikan sebuah pesantren yang diberi nama pesantren Gempol.
Berselang 2 abad lamanya ± pertengahan abad ke-19, menurut sejarah kira-kira tahun 1840 Masehi timbulah peristiwa perpecahan di pesantren gempol. Kemungkinan karena kesalah pahaman pendapat antara msayarakat dari kedua kampong manggari dan jaya mandala dengan kyai karena tindakan seorang kyai tidak berkenan dihati masyarakat, sehingga menimbulkan kemarahan masyarakat. Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, tiba-tiba datang seorang ajengan bernama Embah Jawa menyelesaikan perselisihan yang kritis itu dengan cara yang bijaksana.
Embah jawa terpaksa memutuskan untuk menutup pesantren dan para santrinya dibubarkan. Untuk keselamatan kyai dipersilahkan pindah ke tempat lain. Setelah itu embah jawa member nasehat kepada seluruh masyarakat Jaya Mandala dan beliau menyarankan demi untuk peringatan anak cucu kampong Jaya Mandala dan Pesantren Gempol diganti menjadi Buah Gama, agar anak cucu dapat menggali sendiri ketaqwaan kepada Tuham. Carilah dan pelajarilah Buahnya Agama Islam agar diketahui dan diamalkan sebagaimana mestinya.
3.             Asal-usul nama Oleced
Dua puluh tahun kemudian kira-kira tahun 1860-an, pemerintah Hindia-Belanda mengadakan tindakan kerja paksa pembuatan jalan dan diperlebar antara Kuningan- Ciawigebang. Sungai Cileuweug pindah ke sebelah selatan jalan Luragung dan tikungan yang disebut pertelon, pindah ke tikungan oleced (sekarang) dilanjutkan dengan kerja paksa penanaman kopi.
Pada waktu itulah peristiwa pergantian nama kampong manggari dan danasuka diganti namanya oleh kompeni Belanda yang sedang membuat petapembuatan jalan. Adapun peristiwa kejadiannya menurut orang tua terdahulu bahwa pada waktu itu pengontrolan dalam pengukuran jalan, ada serombongan patrol kompeni yang semuanya naik kuda datang dari jurusan utara menuju pertelon Manggari. Baru sampai di sungai ciporang, semua kuda-kudanya kelelahan lalu disanalah mereka beristirahat. Seorang komandan kompeni memanggil beberapa orang kampung manggari, maksudnya akan menanyakan situasi daerah dan nama kampung itu dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh masyarakat. Kebetulan sekali komandan kompeni berjalan pincang karena paha kakinya lecet/ luka.
Tiba-tiba seorang rakyat manggari yang tertua disana memberanikan diri maju, karena dikiranya kompeni minta bantuan, tetapi setelah dekat komandan kompeni bertanya lagi “ini kampung apa?’ dengan logat bahasa melayu dialek Belanda. Terpaksa orang itu menjawab sambil membungkuk melihat pahanya kompeni itu dengan kata-kata “oh lecet” maksud tujuan jawaban rakyat itu oh lecet, dikira kompeni minta bantuan karena pahanya luka. Tetapi anehnya kompeni setelah mendapat jawaban oh lecet seperti yang gembira, terus dicatat dibukunya. Setelah itu, semua rombongan kompeni melanjutkan perjalanan lagi menuju arah Kuningan.
Setaun setelah pertistiwa itu, dijalan pertelon diberi tanda/ plang dengan dibubuhi nama Kampung Olecet. Demikian silsilahnya, lama kelamaan berubah Olecet menjadi Oleced (karena Olecet merupakan dialek jawa), dan nama manggari hilang berubah menjadi Oleced.

B.            Hari jadi desa manggari
Seperti yang telah diuraikan diatas, hari jadi desa pagundan tanggal 15 bulan Sa’ban atau bulan Ruwah tahun 1620 Masehi. Sebagai pokok sejarah hari jadi desa Manggari, dengan ini kami membeberkan riwayat pamekaran desa.
Pada tanggal 3 juni 1982 desa pagundan telah mendapat penawaran dari ketua panitia pamekaran daerah dan wilayah, bahwa desa pagundan akan dipekarkan  menjadi 2 desa, diantaranya desa pagundan sebagai induk dan yang dipekarkan ialah kampong Oleced dan Buahgama disebut desa manggari.
Dengan rasa terharu masyarakat kampong oleced dan buahgama menerima penghargaan dan kepercayaan dari pemerintah desa pagundan khususnya, dan pemerintah wilayah dan daerah pada umumnya. Walaupun rasa berat menerimanya, tetapi demi menghormati dan menghargai atas kepercayaan pemimpin terpaksa warga masyarakat menerima dengan ikhlas secara timbale balik antar atasan dengan bawahan daan sebaliknya.
Jalam pemekaran baik daalam memenuhi persyaratan maupun persiapan dan pelaksanaan diusahakan dengan cara swadaya gotong royong bersama-sama antara induk dan yang dipekarkan, begitu pula seluruh masyarakat bergerak menuju kesempurnaan tugas nasional yang dibebankan dari pemerintah orde baru kepada masyarakat yang dipekarkan.
Terwujudlah detik-detik waktu peresmian Desa Manggari diresmikan dalam upacara adat disebut hari jadi desa Manggari pada hari kamis Legi tanggal 2 September 1982 pukul: 09.00 WIB.